Minggu, 20 Januari 2008

Tashawuf Untuk Selalu Terikat pada Hukum Syara'

Tashawuf Untuk Selalu Terikat pada Hukum Syara'
Sedikit sekali orang yang bersikap adil terhadap Tashawuf, ia didholimi dan dituduh sampai ke tingkat berani dan kurang ajar. Sebagian mereka menjadikan tashawuf sebagai sifat tercela, kotor dan dapat menggugurkan persaksian (akan tashawuf yang benar) dan menghilangkan keadilan (tokoh-tokoh tashawuf), dengan perkataan : Si Fulan tidak dapat dipercaya dan tidak bisa diterima informasi haditsnya. Mengapa? Karena ia seorang sufi.
Dan yang mengherankan, sebagian mereka yang mencela tashawuf dan memerangi tokoh-tokohnya serta mengadakan permusuhan dengan tashawuf, kami lihat melakukan apa yang mereka suka, berkata dengan sesuatu yang mereka suka Mereka tidak malu ketika menukil ucapan-ucapan tokoh-tokoh tashawuf dalam khuthbahnya di mimbar-mimbar Jum'at dan majelis-majelis ilmiah. Mereka berkata dengan lancang dan kurang etis.
Al Fadh bin 'iuadh, Al Junaid, Al Hasan Al Bashri, Sahal Al Tustury, Al Muhasiby dan Bisyrul Hafi, mereka itulah tokoh-tokoh Tashawuf, ahli peletak dasar tashawuf. Kitab-kitab tashawuf penuh dengan ucapan-ucapan mereka, informasi-informasi mereka, biografi dan ciri-ciri mereka. Maka saya tidak mengerti apakah pengingkar tashawuf itu bodoh atau pura-pura bodoh? Buta atau pura-pura buta? Sungguh saya senang menukil ucapan tokoh-tokoh ahli tashawuf. Dan saya berkeinginan menukil ucapan-ucapannya tentang syari'at Islam dan ahli tashawuf. Dan saya berkeinginan menukil ucapan-ucapannya tentang syari'at Islam agar kita mengerti sikap-sikap mereka secara nyata (terhadap syari'at). Karena suatu kewajiban kita mengetahui kepribadian mereka dari mereka sendiri. Dan orang yang baik adalah yang berbicara dari pendapatnya sendiri. Dan yang lebih dipercaya adalah orang yang menampakkan sesuatu yang disembunyikan.
Berkata imam Al Junaid r.a., "Semua jalan tertutup bagi makhluk kecuali orang yang mengikuti langkah Rasulullah Shollallahu 'alaihi wasalam dan sunnahnya serta terikat dengan toriqohnya, karena semua jalan kebaikan terbuka bagi Rasulullah Shollallahu 'alaihi wasalam serta pengikut-pengikutnya."
Pada suatu hari Abu Yazid Al Busthomi (mudah-mudahan Allah mensucikan rahasia hidupnya) datang ke sahabat-sahabatnya, dan berkata, "Berdirilah bersama kami hingga kita melihat orang yang termashur sebagai wali". Berkata (perawi), "Maka kami berjalan, tiba-tiba seorang laki-laki (yang termashur kewaliaannya) menuju masjid (untuk sholat), dan di tengah sholatnya ia meludah ke arah kiblat". Maka berpalinglah Abu Yazid dan tidak memberi salam kepadanya. Ia berkata, "Ini tidak mengikuti adab-adab Rasulullah Shollallahu 'alaihi wasalam, dan bagaimana mungkin ia mengikuti adab-adab kewalian dan orang-orang shidiq".
Berkata Dzun Nun Al Misri, "Berputarnya ucapan ada empat, yaitu mencintai keakhiratan dan membenci keduniawian, mengikuti tanzul (Al Qur'an dan As Sunnah) serta takut terhadap perubahan-perubahan keimanan. Dan dari tanda-tanda mencintai Allah adalah mengikuti kekasih Allah, yaitu Rasulullah Shollallahu 'alaihi wasalam dalam akhlaknya, aktivitasnya, perintah-perintahnya dan sunnah-sunnahnya".
Berkata Assiri As Saqati, "Tashawuf adalah nama bagi tiga makna : yaitu orang yang cahaya wara'nya tidak memadamkan cahaya ma'rifat pada Allah, tidak berbicara tentang yang inti yang bertentangan dengan dhohirnya Al Qur'an dan As Sunnah serta tidak membawa karomah-karomah yang mengarah pada pembatas-pembatas keharaman Allah".
Berkata Abu Nasr Bisyru Ibn Al Harits Al Hafi, "Saya melihat Rasulullah dalam mimpi, beliau berkata kepadaku : Wahai Bisyir, tahukah kamu, mengapa Allah mengangkat (derajat) kamu di antara teman-temanmu? Saya menjawab : Tidak, ya Rasulullah! Beliau berkata: karena ittiba'mu pada sunnahku, khidmatmu pada orang-orang sholih dan nasihatmu pada saudara-saudarmu, serta karena cintamu pada sahabat-sahabatku dan keluargaku. Inilah yang mengangkat kamu pada posisi yang terbaik".
Berkata Abu Yazid bin Thoifur bin 'Isa Al Busthomi, "Sungguh, aku pernah punya keinginan untuk memohon pada Allah Subhanahu wa Ta'ala, agar Dia mencukupi beban makan saya dan beban pada wanita". Kemudian saya berkata, "Bagaimana mungkin aku meminta hal itu pada Allah, sedangkan Rasulullah tidak pernah meminta pada Nya. Maka aku tidak jadi memohon pada-Nya, (namun) kemudian Allah Subhanahu wa Ta'ala telah mencukupi saya pada beban (masalah) wanita hingga saya tidak pernah memperhatikan pada perempuan atau tembok yang menghalangi saya". Dan ia berkata pula, "Seandainya anda melihat seorang laki-laki yang telah diberikan keramat-keramat (kemuliaan) hingga ia menjulang tinggi di udara, maka anda jangan tertipu dengannya hingga anda melihat bagaimana anda menemukan padanya (apakah) ia mematuhi perintah atau melangggar larangan atau menjaga batasan-batasan (syari'at) atau (apakah ia) telah melaksanakan syari'at".
Berkata Sulaiman Abdur Rahman bin 'Athiyah Ad Darani, "Barangkali pada hari-hari teertentu, terlintas dalam hatiku faedah (ilham) dari yang pernah juga diilhamkan pada ulama'-ulama', maka saya tidak akan pernah menerima ilham itu kecuali dengan dua saksi yang handal, yaitu Al Qur'an dan As Sunnah".
Berkata Abu Al Hasan Ahmad bin Aby Al Hawary, "Bahwa barang siapa yang beramal tanpa mengikuti sunnah Rasulullah Shollallahu 'alaihi wasalam, maka amal itu bathil (sia-sia)".
Berkata Abu Hafash Umar bin Salamah Al Haddad, "Barang siapa yang tidak ingin menimbang aktivitas-aktivitasnya pada setiap waktu dengan kitab Al Qur'an dan As Sunnah serta tidak menuduh pada lintasan-lintasan hatinya, maka janganlah ia dianggap pada diwan (pembukuan) kalangan ulama' (sufi)".
Berkata Abu Al Qosim Al Junaid bin Muhammad, "Barang siapa yang tidak hafal Al Qur'an dan tidak menulis hadits, maka jangan diikutkan pada orang-orang sufi, karena ilmu kita terikat dengan Al Qur'an dan As Sunnah". Ia juga berkata, "Madzhab kita ini terikat dengan dasar-dasar Al Kitab dan As Sunnah dan ilmu kita terpatri dengan hadits Rasulullah Shollallahu 'alaihi wasalam".
Berkata Abu 'Usman Sa'id bin Isma'il Al Hairy, "Dan ketika Abu Usman berubah keadaannya (kondisi hatinya pada tahapan yang terdekat dengan Allah), anaknya Abu Bakar mencoba menyobek pakaiannya sendiri, maka berkata Abu 'Usman, "Wahai anakku, As Sunnah didhohir sebagai tanda kesempurnaan di batin (dalam diri manusia)". Dan ia berkata juga, "As suhbah (bersama) dengan Allah Subhanahu wa Ta'ala adala adab yang baik dan kontinuitasnya kekebatan diri (tenang) dan suhbah dengan Rasulullah Shollallahu 'alaihi wasalam adalah dengan mengikuti sunnahnya dan keterikatannya dengan ilmu dhohir. Dan suhbah dengan wali-wali Allah adalah dengan menghormatinya dan khidmat kepadanya. Dan suhbah pada istri (keluarga) adalah dengan kebaikan akhlak dan suhbah dengan saudara-saudara (sesama muslim) adalah dengan senantiasa bersifat ramah, selama mereka tidak berbuat dosa, dan bersuhbah dengan orang-orang bodoh adalah dengan do'a dan kasih sayang". Ia juga berkata, "Barang siapa menetapkan sunnah pada dirinya sendiri baik dalam ucapan maupun aktivitas, maka ia berbicara dengan hikmat. Dan barang siapa menetapkan hawa nafsu pada dirinya baik dalam ucapan maupun aktivitas, maka ia berbicara dengan bid'ah, dan Allah berfirman :
"Jika kalian mentaati Nya, maka kalian akan mendapatka petunjuk."
Berkata Abu Al Hasan Ahmad bin Nawawy, "Orang yang anda lihat mengaku-aku bersama dengan Allah pada kondisi-kondisi yang mengeluarkan dia dari ilmu syar'i, maka janganlah anda mendekatinya".
Berkata Abu Al Fawaris bin Suja' Al Karmany, "Barang siapa yang menahan pandangannya dari hal-hal yan haram, menahan dirinya dari syahwat-syahwat, mengatur batinnya dengan senantiasa muroqobah serta mengatur dirinya dengan mengikuti sunnah dan membiasakan dirinya memakan makanan yang halal maka firasatnya tidak akan keliru".
Berkata Abu Al 'Abbas Ahmad bin Muhammad bin Sahal bin 'Atho' Al Adamy, "Barang siapa yang mengikat dirinya dengan adab-adab syari'at, maka Allah akan menerangi hatinya dengan cahaya ma'rifat dan Allah akan memberikan posisi yang selalu mengikuti Al Habib Shollallahu 'alaihi wasalam dalam perintah-perintahnya, aktivitas-aktivitasnya, dan akhlak-akhlaknya". Dan ia berkata juga, "Setiap sesuatu yang ditanya, maka carilah ia di zona ilmu, jika tidak engkau temukan, maka carilah ia pada zona hikmah, dan jika engkau tidak menemukannya timbanglah dengan tauhid, jika tidak temui pada tiga tempat ini, maka pukulkan ia pada wajah syathon".
Berkata Abu Hamzah Al Baghdadi Al Bazzar, "Barang siapa mengetahui jalan kebenaran Allah Subhanahu wa Ta'ala, maka akan mudah (baik) perilakunya, dan tidak ada petunjuk jalan menuju Allah kecuali mengikuti Raulullah Shollallahu 'alaihi wasalam pada setiap kondisinya, aktivitas-aktivitasnya, perkataan-perkataannya".
Berkata Abu Ishaq Ibrahim bin Dawud Ar Raqqy, "Tanda cinta pada Allah adalah mendahulukan ketaatan pada-Nya dan mengikuti jejak Nabi Muhammad Shollallahu 'alaihi wasalam".
Berkata Mamsad Ad Dinawary, "Adab-adab seorang murid adalah keharusan untuk menghormat guru-guru, berkhidmat pada saudara-saudara (uslim) dan keluar dari (ketergantungan) sebab akibat dan menjaga adab-adab syari'at pada dirinya".
Berkata Abu Muhammad Abdullah bin Manadh, "Tidak menyia-nyiakan seseorang pada fardhu (kewajiban) dari kewajiban-kewajiban kecuali Allah akan menimpakan ujian padanya dengan penyia-nyiaan terhadap sunnah-sunnah. Dan tidak diuji seseorang dari penyia-nyiaan sunnah-sunnah kecuali hampir ia diuji dengan perbuatan-perbuatan bid'ah". (Kitab Mafahim, Ta'lif : DR. As Sayid Muhammad Alawy Al Maliky Al Hasani, Hal. 35-38)
Taudhih
Dari DR. As Sayid Muhammad Alawy Al Maliky, nampak jelas bahwa sufi atau tashawuf selalu tetap berlandaskan pada Al Qur'an dan As Sunnah. Jadi kalau ada orang yang berperilaku seperti sufi, namun aktivitasnya tidak berlandaskan pad Al Qur'an dan As Sunnah, maka orang tersebut tidak bisa dianggap sebagai orang muslim yang taat pada Allah dan rasul-Nya.

Tidak ada komentar: